Ibadah memiliki urgensi yang sangat agung. Disebabkan Allah menciptakan makhluk, mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab demi memerintahkan mereka beribadah kepada-Nya dan melarang beribadah kepada selain-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (adz-Dzariyat : 56). Maknanya Allah menciptakan mereka untuk diperintah agar beribadah kepada-Nya dan dilarang dari bermaksiat kepada-Nya (lihat Kutub wa Rasa’il Abdil Muhsin, 6/189)
Di bagian awal risalah al-‘Ubudiyah, Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan makna ibadah. Bahwa ibadah adalah sebuah nama yang mencakup segala hal yang dicintai dan diridhai oleh Allah baik berupa ucapan maupun perbuatan, yang lahir maupun batin (lihat keterangan Syaikh Shalih bin Abdul Aziz alu Syaikh hafizhahullah di Syarh Tsalatsah al-Ushul, hal. 67)
Ibadah itu sendiri merupakan perpaduan antara kecintaan dan ketundukan. Apabila ia ditujukan kepada Allah semata maka jadilah ia ibadah yang tegak di atas tauhid, sedangkan apabila ia ditujukan kepada selain-Nya maka ia menjadi ibadah yang tegak di atas syirik. Ibadah kepada Allah yang sesuai dengan syari’at disebut ibadah yang syar’iyah, sedangkan ibadah yang menyelisihi tuntunan syari’at disebut sebagai ibadah yang bid’ah (lihat Syarh Risalah Miftah Daris Salam oleh Syaikh Shalih bin Abdillah al-‘Ushaimi hafizhahullah, hal. 9)